Kedatangan putri saya Alisa di depan ruang kerja saya membuat saya
terkejut. Bukan hanya terkejut, sejujurnya saya akui bahwa saya merasa
sedikit terganggu. Bukan apa-apa, saat itu saya sedang berkonsentrasi
penuh untuk menyelesaikan sebuah artikel untuk sebuah media terkemuka.
Waktu itu hari Minggu, sebuah hari yang memang diperuntukkan bagi
seluruh anggota keluarga. Lagi pula saya sesungguhnya memang sudah
berjanji untuk menikmati hari itu dengan berjalan-jalan bersama istri
dan anak-anak.
Saya menarik nafas dalam-dalam. Tak baik mengecewakan orang yang kita
kasihi, kata saya membatin. Saya tahu persis, Alisa sama sekali tidak
berniat mengganggu saya. Ia hanya sedikit kurang sabar untuk menunggu
ayahnya selesai bekerja. Mungkin ia terlalu antusias untuk menikmati
hari yang indah ini bersama seluruh anggota keluarga. Itulah sebabnya ia
bolak balik masuk ke kamar kerja saya.
Padahal setiap bekerja di 'hari-hari keluarga', saya tidak pernah lupa
untuk terlebih dahulu meminta izin kepada 'para customer' yang saya
cintai ini. Izin tersebut ditutup dengan sebuah 'perjanjian' bahwa
pekerjaan akan saya lakukan dalam kurun waktu dua jam saja. Setelah itu
komputer harus saya tutup karena sudah tiba saatnya untuk meluangkan
waktu dengan keluarga. Adalah Alisa yang biasanya mendapat 'tugas' untuk
menjadi time keeper, yaitu mengingatkan ayahnya bila waktu dua jam itu
telah berakhir.
Saya menghentikan pekerjaan saya yang sedang hangat-hangatnya itu dan
menoleh kepada Alisa, "Ada apa sayang?" "Kamu kelihatannya sudah tak
sabar ya ingin pergi berjalan-jalan…," kata saya lagi sambil tersenyum.
"Bukan begitu, pa," sahut Alisa. "Sekarang sudah hampir jam 11 siang.
Bukankah tadi papa berjanji akan menyelesaikan pekerjaan papa selama dua
jam saja?"
Kata-kata Alisa yang terakhir itu benar-benar mengejutkan saya. "Apa?"
ujar saya, benar-benar terkejut. Buru-buru mata saya mencari jam yang
terdapat di ruang kerja saya. Ya ampun, ternyata Alisa benar. Saya sudah
melewatkan waktu hampir selama tiga jam untuk mengerjakan artikel saya
ini. Ternyata waktu sepanjang itu berlalu begitu cepat.
Saya terheran-heran mengapa saya sama sekali tidak menyadarinya.
Ternyata saya begitu asyik terserap dalam kegiatan berpikir dan menulis
yang begitu intensif. Saya menjelajahi pikiran saya dengan begitu
mendalam, kemudian menuangkan semua gagasan saya dan merangkainya dalam
bentuk kalimat yang terstruktur rapi, runut sekaligus indah. Saya begitu
menikmati kegiatan ini. Waktu seakan berhenti berputar bagi saya.
Sesungguhnya bukan sekali dua kali saya melakukan 'kekeliruan' ini.
Saya bahkan melakukannya hampir di setiap hari libur, Sabtu dan Minggu.
Sebagai penulis paruh waktu, saya hanya sempat menulis di hari-hari
libur ini. Waktu saya pada Senin sampai Jumat seluruhnya habis untuk
melakukan kegiatan bisnis. Saya melayani berbagai perusahaan nasional
dan multinasional dengan memberikan konsultasi dan melakukan berbagai
program pelatihan untuk mengembangkan para karyawan dan pemimpin
perusahaan.
Padahal saya juga dikenal publik sebagai penulis, dan sesungguhnya saya
menulis bukan hanya untuk mempertahankan status saya sebagai penulis
tetapi karena alasan yang jauh lebih pribadi lagi: saya sangat menyukai
menulis sebagai sebuah sarana terbaik untuk mengekspresikan apa yang
saya pikirkan dan rasakan. Karena itu tak ada jalan lain, saya harus
mencari waktu di luar jam kerja kantor untuk menulis. Dan itu berarti
saya harus selalu melakukan 'kompromi' dengan anggota keluarga seperti
ini.
Mencapai flow
Kondisi terserap ke dalam kenikmatan dan keasyikan bekerja itulah yang
disebut dengan istilah flow. Konsep flow ini ditemukan oleh seorang
psikolog dan pakar kebahagiaan dari Amerika Serikat bernama Mihaly
Csikszentmihalyi. Menurut Czikszentmihalyi, flow atau mengalir terjadi
ketika orang benar-benar mendapatkan kenikmatan dari pekerjaan yang
tengah mereka lakukan, yang membuat diri mereka terhanyut dalam
keasyikan yang begitu intensif, mengalir dengan nyaman bersama arus
energi, pada momen-momen kenikmatan tertinggi.
Ada delapan hal yang terjadi ketika kita berada dalam kondisi flow.
Pertama, ada tujuan yang jelas. Kedua, umpan balik datang seketika.
Orang hanya bisa larut dalam sebuah kegiatan kalau ia mendapatkan umpan
balik yang segera mengenai seberapa baik kinerjanya.
Ketiga, keseimbangan antara peluang dan kemampuan. Flow berlangsung
ketika tantangan dan keterampilan berada pada kondisi yang sama-sama
tinggi. Bila tantangan tinggi tetapi keterampilan rendah maka akan
tercipta kecemasan, tetapi bila tantangan rendah padahal keterampilan
tinggi maka yang akan terjadi adalah kejenuhan.
Keempat, konsentrasi bertambah. Ketika keterlibatan melewati ambang
intensitas tertentu tiba-tiba kita merasa diri kita sangat tenggelam
dalam permainan, pencapaian atau interaksinya. Di sini kita benar-benar
menyatu dengan apa yang kita lakukan.
Kelima, yang penting adalah saat sekarang. Dalam kondisi flow berbagai
kecemasan dan masalah yang sangat mengganggu dalam kehidupan sehari-hari
tak punya peluang untuk memasuki pikiran. Dalam flow yang terpenting
adalah saat ini.
Keenam, tidak ada masalah dalam kontrol. Dalam kondisi flow kitalah
yang memegang kontrol terhadap situasi. Kitalah yang mengendalikan tubuh
dan pikiran kita sepenuhnya.
Ketujuh, berubahnya persepsi akan waktu. Dalam flow waktu dirasakan berlalu begitu cepat.
Kedelapan, hilangnya ego. Ketika terserap dalam pengalaman yang
membahagiakan, orang cenderung melupakan tidak hanya problem-problem dan
lingkungan sekitarnya tetapi bahkan dirinya sendiri. Seolah-olah
kesadaran akan diri kita untuk sesaat tersingkirkan.
Flow akan membuat waktu yang Anda lalui di tempat kerja berlalu begitu
cepat tanpa terasa. Bila itu yang terjadi, bukankah bekerja menjadi
salah satu hobi yang paling mengasyikkan di dunia ini? (tw)
*) Arvan Pardiansyah adalah penulis bestseller The 7 Laws
of Happiness & narasumber talkshow Smart Happiness di SmartFM
Network
|